Minggu, 12 Desember 2010

pagi disudut yang tak tersudut





pagi ini kian lapuk karena goresan tinta tadi malam
coretan kasih yang ku kirimkan untuk Tuhan pecah dalam derai air mata
air mata yang hampir beku, air mata yang tak tahu sudah ku ukir untuk siapa

sudah berualang kali ku katakan pada burung kematian yang kemarin sore bermain bersamaku
kini cangkir-cangkir yang ku beri telah habis.

ingin aku berlari mencari arti dari usangnya kehidupan,
ingin aku terbunuh oleh deru tulisan yang menetes dari goresan sang penyair

di suatu senja aku berlabu dalam sesosok hati nan anggun,
sosok yang kucari untuk berlabu,
sosok yang kini menjadi kiblat aku melangkah
sosok yang kini aku dapat dari sebuah perjalanan panjang

untaian kata mu malam ini mengingatku pada ibu ku
lontaran senyummu kemarin ingin ku simpan dalam luruh sanubari
celotehmu ingin ku jadikan alarm pengingat ku kepada Tuhan
hangat pelukanmu membuatku ingin hidup seratus ribu tahun lagi

Aku ingin terus menari bersama mu di atas pasir-pasir di surga
yang Tuhan ciptakan hanya untuk kita

saat ini aku ingin merajut tali-tali kehidupan bersamu selalu

Jumat, 10 Desember 2010

AIR MATA, KERINGAT, DARAH DAN NANAH INI UNTUKMU

Hujan meradang dalam malam bagai benderang

Untuk yang sekian kalinya entah sudah beberapa kali malam ini telah bisu lagi,

Butiran emosi mengalir dari indra penglihat

Sekongkoh tulang berbalut daging sepanjang kira-kira 150 centimter yang Tuhan berikan padaku melalui rahim ibuku yang kelak mungkin mejadi pilar ku.

Kini mengalun berirama kencang melandai daya pegas otak, bergemuruh radikal,

Sosoknya memang pengujiku dari Tuhan, ia alasan bagiku untuk tetap hidup, pelambung motivasi, tapi kadang sulit untuk menutupi goresan hati yang telah ia lakukan karena ketidak pahamannya melangkah.

(dek, cukup aku saja yang menangis dan merasakan darah dan nanah hidup ini)